Mungkinkah RPP Memanusiakan Honorer?

Standar
Mungkinkah Rancangan Peratuan Pemerintah (RPP) perubahan ke 2 atas PP 48 tahun 2005 Junto PP 43 Tahun 2007 Tentang pengangkatan Tenaga Honorer menjadi CPNS,  Memanusiakan  HonorerOPINI – 5 Maret 2011 – DPP PGHI – PB DKHI – PNHIK2.
Persoalan guru honorer yang digaji di bawah rata-rata pada dasarnya merupakan kesalahan sistem pendidikan Indonesia. Guru honorer nrimo dengan gaji yang tidak seberapa itu bukan karena mereka memiliki etos kerja rendah. Mereka mempunyai potensi yang luar biasa.

”Bangsa ini tinggal menunggu hancurnya. Karena bangsa ini ini diatur oleh sistem birokrasi yang rusak dan tidak kapabel tidak berpihak untuk kepentingan rakyat”.

Bercerita mengenai kondisi pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia. dan  masalah guru honorer yang akhir-akhir ini kembali muncul dalam liputan media massa akibat demonstrasi di sejumlah kota yang menuntut keadilan bagi tenaga honorer.

Sejumlah keterangan yang disampaikan di dalam artikel dan argumentasi  Kami jelaskan  bahwa guru honorer bukanlah orang yang akan makin menambah beban bangsa. “ Pernyataan  salah besar yang disampaikan  kalangan Birokrasi “

kaum birokrat sebagai pemangku kepentingan pendidikan dari yang ditemui Persatuan Guru Honorer Indonesia (PGHI), Dewan Koordinasi Honorer Se-Indonesia (DKHI), Persatuan Honorer Sekolah Negri Indonesia (PHSNI)  menyatakan  pengangkatan guru honorer menjadi PNS akan menutup kemungkinan untuk mendapat guru dengan kualitas terbaik. Logikanya, orang-orang yang mau bekerja dengan gaji murah (ada yang hanya Rp 50.000 per bulan) selama puluhan tahun adalah mereka yang kemampuan dan etos kerjanya rendah. Benarkah anggapan ini?

Semoga ini bukan sentimen Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Reformasi dan Birokrasi  dalam hal memandang rendah guru honorer. Dan kami berpandangan, semoga ini merupakan kritikan bagi pembuat kebijakan yang sampai saat ini tidak pernah berpihak kepada sistem pendidikan (guru honorer).

Sistem pendidikan inilah yang senantiasa dipinggirkan oleh pemerintah sampai saat ini. Pemerintah berlomba menaikkan anggaran pendidikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai niali 20%, namun tidak pernah membangun sistem pendidikan, sebagaimana kritik yang dilontarkan Daoed Joesoef, mantan menteri pendidikan dan kebudayaan.

Maka, tidak aneh apabila berapa pun jumlah anggaran pendidikan dalam APBN, dunia pendidikan di Indonesia akan tetap sama seperti sekarang, jika tidak dilakukan perbaikan sistem. Bahkan, anggaran pendidikan akan diperebutkan atau dijadikan ”bancakan” bagi pemegang proyek pendidikan.

Persoalan guru honorer yang digaji di bawah rata-rata pada dasarnya merupakan kesalahan sistem pendidikan Indonesia. Guru honorer nrimo dengan gaji yang tidak seberapa itu bukan karena mereka memiliki etos kerja rendah, sebagaimana dituduhkan Pemerintah dan beberapa pengamat pendidikan dan kebijakan publik.

Guru Honorer mempunyai potensi yang luar biasa. Sungguh tidak bijak jika Guru Honorer  mereka sebut akan makin menyulitkan proses belajar mengajar jika diangkat menjadi PNS.

Kita tentu dapat membandingkan dengan politikus atau calon anggota legislatif yang mendaftar untuk Pemilu. Banyak di antara mereka (sependek yang saya ketahui) tidak mempunyai visi hidup yang jelas. Mereka mendaftar hanya didasari semangat untuk mendapatkan pekerjaan dan mendapat gaji layak.  Kemampuan atau kualitas mereka sama sekali belum teruji. Bahkan mereka yang kini mendatarkan kembali menjadi anggota dewan dan berkilah untuk dan atas nama kepentingan rakyat dan pembangunan bangsa ini, dengan dalih ingin melanjutkan program kerja yang belum usai, tidak lebih baik dari sebelumnya.

Hal ini fakta berbalik, dengan guru honorer yang mengabdi bertahun – tahun lamanya. Mereka  teruji dan tahan banting mengemban amanah kemanusiaan untuk mendidik anak bangsa.  Keikhlasan mengajar  dikarenakan tidak ada guru (kekurangan guru di sekolah) yang mau mendidik  anak-anak. Beberapa  lulusan terbaik di angkatannya.  hanya ingin mendarmabhaktikan ilmu dan hidupnya untuk pendidikan anak-anak di pedesaan.

Dengan demikian, jangan anggap enteng guru honorer. Siapa yang dapat mengukur tinggi rendahnya etos kerja? Apakah tinggi rendahnya etos kerja hanya diukur dari nrimo digaji rendah? Etos kerja tidak mudah diukur dengan angka-angka statistik, apalagi hanya dilihat dari sekilas saja.

Lebih lanjut, apakah pemerintah hanya akan mencari tenaga beretos kerja tinggi melalui sistem seleksi CPNS yang sarat dengan kecurangan. Apakah sistem seleksi semacam ini yang diinginkan oleh mereka yang memandang guru honorer dengan sebelah mata, mencari orang-orang yang belum jelas latar belakang dan belum teruji kredibilitasnya?

Jika memang demikian, betapa sistem pendidikan Indonesia akan semakin tidak karuan, kalau tidak mau disebut amburadul. Mengangkat orang-orang yang belum berpengalaman dan menafikan orang-orang yang telah rela mendarmabaktikan ilmunya untuk mendidik anak bangsa.

Maka, yang kita butuhkan sekarang adalah bagaimana membangun sistem pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan yang memihak. Sistem pendidikan yang tidak hanya berorientasi uang system pendidikan yang tidak mementingkan kepentingan politis dan kepentingan pribadi atau golongan. Sistem pendidikan yang akan mementingkan dan meningkatkan kualitas para guru dan tenaga administrasinya daripada membuat sekolah-sekolah berstandar internasional yang tidak jelas juntrungan-nya.

Sistem ini dapat dimulai dengan  mengangkat guru honorer yang telah mengabdi lebih dari 10 tahun. Atau mengangkat mereka yang telah memenuhi standar kualifikasi tanpa harus mengerdilkan fungsi dan peran guru honorer lainnya.

Guru honorer juga manusia biasa yang butuh kelayakan sandang, pangan dan papan. Guru honorer bukanlah seseorang yang beretos kerja rendah. Mereka bukan pegawai biasa. Mereka bagaikan malaikat yang selalu patuh dan taat atas perintah Tuhan.

Sudah saatnya martabat guru honorer diangkat ke taraf insani — meminjam istilah Driyarkara. Mereka tidak hanya diperas tenaganya untuk memenuhi dahaga penguasa dan demi kepentingan politik praktis.

Namun, mereka juga perlu diperhatikan hak-haknya sebagai manusia. Manusia yang bermartabat, sebagaimana tenaga-tenaga kependidikan lain yang  mendapat gaji minimal Rp 2 juta per bulan. Pahamilah ini  Semoga!

Sekali lagi Persoalan guru honorer yang digaji di bawah rata-rata pada dasarnya merupakan kesalahan sistem pendidikan Indonesia. Guru honorer nrimo dengan gaji yang tidak seberapa itu bukan karena mereka memiliki etos kerja rendah. Mereka mempunyai potensi yang luar biasa. Untuk kepentingan pendidikan.

Heri Sumarli ‘ 081320368529
Guru Honorer SD Negeri Batukarut 3 – Kab Bandung
SATUKAN HATI BULATKAN TEKAD BANGUN KEBERSAMAAN
DPP. PERSATUAN GURU HONORER INDONESIA (PGHI)
PENGURUS BESAR DEWAN KOORDINATOR HONORER SE-INDONESIA (PB DKHI)
PERGERAKAN NASIONAL HONORER INDONESIA K2

“ Masyarakat kecil mendapat yang kecil, Masyarakat kecil memiliki Alat – alat yang kecil, Masyarakat kecil akan semakin kecil  “

Tinggalkan komentar